? ??????????????Me On The Beach? ????? ?? ???Rating: 4.0 (2 Ratings)??5 Grabs Today. 1806 Total Grabs. ???
???Preview?? | ??Get the Code?? ?? ?????Island Beach? ????? ?? ???Rating: 4.2 (367 Ratings)??4 Grabs Today. 58910 Total Grabs. ??????Preview?? | ??Get the Code?? ?? ????1?? ???????Bo BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS ?

Thursday, September 24, 2009

Secebis renungan.....buat Hamba Allah?

alam banyak kesempatan, kita menyatakan diri sebagai hamba Allah. Contoh jika orang mau menderma tapi tak ingin diketahui namanya, lalu ditulis dengan No Name atau “hamba Allah”. Tujuan awalnya memang untuk menghindari riya’.


Tapi, perkataan seperti itu bisa membuat diri kita pamer kepada orang lain bahwa kita ini orang shaleh. Kalau kita menyumbang ke suatu badan amal, yayasan atau yang lain, kita bisa tergoda untuk mengatakan dengan sefasih dan semantap mungkin, “Nama saya tidak perlu ditulis. Tulis saja dari hamba Allah.”

Berdasarkan ilmu tajwid, lafazh “Allah” dibaca tafkhîm (tebal) karena lam Jalâlah didahului fathah. Kalau memang itu yang kita lakukan—kita mengucapkan lafazh “Allah” semantap mungkin supaya terlihat seperti orang alim—apakah benar kita ini hamba-Nya? Marilah kita lihat apakah kita memang hamba Allah atau bukan.

Katakanlah kita mempunyai seorang tetangga sekaligus teman, yang dari segi harta dan pekerjaan tidak sebaik kita. Kerana dia teman kita, jika dia minta pertolongan, segera itu juga kita membantunya. Bahkan kadang kala kita menawarkan diri untuk sedikit meringankan tugas dia, jika dia terlihat tidak mampu menyelesaikannya. Semua itu kita lakukan tanpa mengharapkan balasan, kita seolah-olah benar-benar mengikhlaskan diri.harapnya begitula hakikatnya.

Selang beberapa lama kemudian….mungkin setahun dua dan selama itu juga pula kita sering menghulurkan bantuan sekiranya dimintanya. Suatu hari, kereta kita sedang bermasalah. Karena terburu buru ingin ke pejabat dengan segera sedangkan jam sudah 07.30 pagi, kitapun minta pertolongan sahabat yang juga jiran yang sering kita tolongi untuk menghantarkan kita ke pejabat……tetapi dia yang kebetulan sedang berehat dirumah memberikan alasan tertentu yang pada kita tidak logik

Ternyata, dia tidak mau membatalkan agendanya dirumah ketika itu tetapi dengan segera berkata nanti saya panggilkan teksi…..

Apa ada dalam hati kita tika itu…………..Apakah kita tidak akan mengingat-ingat pertolongan kita padanya selama ini? Ataukah, kita berkata pada diri sendiri, “ orang tidak tahu membalas budi! Jaga hang… Jangan harap aku akan nak tolong hang lagi lepas ni…...!”.Jika kita masih mengingat kebaikan kita padanya, atau meminta balas budi darinya, apakah layaks kalau kita menyebut diri sebagai hamba Allah? Sedangkan pengertian hamba adalah orang yang melakukan sesuatu semata-mata untuk tuannya, tak ada urusan dengan orang lain seperti yang selalu Al Imam lagi Syeikh slalu berkata tolong orang macam beri salam…..keran pemberi itu sendiri sudah sejahtera maka layaklah dia menginginkan kesejahteraan itu pada rakan maupun manusia lain.Apakah dia mengharapkan balasan seperti wang ringgit setiap kali memberi salam…..pahala itu urusan Allah…..kalau dia juga mengharap balasab setiap kali memberi…maka dia hanya selayaknya peminta sedekah saja…satu salam untuk seringgit..atau se pot beras……..



Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.

Sesungguhnya Kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.

(QS al-Insân [76] : 9-10)



Syaikh Ibnu Athaillah berkata, “Siapa menyembah Allah karena mengharapkan sesuatu yang lain, atau kerena menolak bahaya yang akan menimpa dirinya, maka ia belum menunaikan tugasnya terhadap Allah sesuai dengan sifat-sifat yang dimiliki-Nya. Ada beraneka ragam jenis amal menurut situasi dan kondisi yang masuk ke dalam hati manusia. Kerangkanya adalah perbuatan yang jelas, sedangkan ruhnya adalah ikhlas.”

Imam Al-Qusyairi menasihatkan, “Ikhlas adalah penunggalan (peng-Esa-an) Al-Haqq dalam mengarahkan semua orientasi ketaatan. Ketaatan harus dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah semata, tanpa yang lain, tanpa dibuat-buat, tanpa ditujukan untuk makhluk, tidak untuk mencari pujian manusia atau makna yang lain selain pendekatan diri pada Allah.”

0 comments: