? ??????????????Me On The Beach? ????? ?? ???Rating: 4.0 (2 Ratings)??5 Grabs Today. 1806 Total Grabs. ???
???Preview?? | ??Get the Code?? ?? ?????Island Beach? ????? ?? ???Rating: 4.2 (367 Ratings)??4 Grabs Today. 58910 Total Grabs. ??????Preview?? | ??Get the Code?? ?? ????1?? ???????Bo BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS ?

Thursday, October 15, 2009

Benteng Diri Ahli Hakikat..sambungan

Barangkali kita sudah mengerjakan solat lima waktu, dan ini adalah termasuk perlaksanaan kita terhadap sifat taqwa yang kita laungkan, akan tetapi sudahkah kita mengerjakan solat itu dengan hakikatnya? Sebab solat itu, memang semua orang boleh mengerjakannya, termasuk juga anak kecil yang kerap kita lihat mengerjakannya, namun begitu, apakah memadai kita bersolat seperti solatnya anak-anak kecil itu?! Tentu tidak! Jadi cubalah kita perhatikan kepada solat-solat yang sudah kita kerjakan itu, di mana dan bagaimana letaknya? Kemuncak solat itu adalah di makam Al-Ihsan, sedang makam Al-Ihsan itu pula disimpulkan dengan :



"Hendaklah anda menyembah Allah seolah-olah anda melihatNya , jika anda tidak melihatNya, maka ketahuilah bahawa Allah sentiasa melihat anda!"

Para ulama ilmu zahir sibuk mencari huraian terhadap masalah ini, apakah jalan keluarnya untuk mengatakan bahawa solat yang sudah kita kerjakan itu adalah hakikat solat, kerana banyak solat yang dikerjakan itu hanya berupakan gerak-geri anggota tubuh semasa, cuma dibezakan adanya niat solat sahaja. Jadi yang berpendapat tegas dan "keras" mengatakan bahawa yang boleh dikatakan "solat itu solat" mestilah ia menurut salah satu dari dua cara yang disebutkan dalam pengertian makam Al-Ihsan di atas tadi. Maka cara yang yang dikatakan "anda dapat melihat Tuhan dalam solat anda", tentulah jauh sekali, kecuali sesiapa yang dikehendaki Tuhan daripada golongan kaum ahli makrifatNya yang asli. Lalu yang masih tinggal sekarang ialah cara yang kedua, iaitu "kita tetap dilihat oleh Tuhan", yakni cara biasa, sebab kita semua sudah tahu dan percaya dengan penuh keyakinan bahawa segala gerak-geri kita memang dilihat dan diperhatikan oleh Tuhan, biar dimana-mana sekalipun, tiada sesuatu pun yang akan terlepas daripada pengetahuan Tuhan Yang Maha Berkuasa.


Sekarang kita harus mengukur diri kita, bagaimana gerak-geri kita di dalam solat, dan bagaimana pula di luar solat, supaya ada perbezaan antara keduanya. Jika keadaan kita dalam solat sama dengan keadaan kita di luar solat, maka apalah yang ada perbezaanya, dan jika tidak ada perbezaanya, tentulah bukan solat namanya, kecuali ia berupa gerak-geri anggota badan semata. Malah biasanya gangguan hati dan fikiran lebih tidak tenteram apabila kita sedang dalam solat, berbanding dengan kita di luar solat. Mengapa begitu? Inilah masalahnya yang setiap kita mesti menghuraikanya sendiri, kerana tiada siapa pun dapat menolong diri kita melainkan kita sendiri.


Bersambung...............Bye

Benteng Diri Ahli Hakikat

Sebelum kita teruskan wacana ilmiah ini sama sama kita hadiah Al- Fatihah buat pengarang kita yang penuh barakah ini..Beliau seorang yang mulia, saiyid, quthub, pewaris keturunan Nabi Muhammad (perjalanan Nabi Muhammad s.a.w.), iaitu Ahmad bin Ali bin Yahya bin Tsabit bin Ali Al-Hazim bin Ahmad bin Ali Al-Hasan - yang bergelar Rifa'ah Al-Hasyimi Al- Maliki-bin Al-Mahdi bin Muhammad bin Al-Hasan bin Al-Husin bin Ahmad bin Musa Ats-Tsani bin Ibrahim Al-Murtadha bin Imam Musa Al-Kazhim bin Imam Ja'far Ash-Syadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Zainul Abidin Ali bin Imam Al-Husin-syahid di Karbala'-bin Saiyidina Ali-Radhiallahu-anhu wa anhum wa anna ajmai'in.Beliau lebih di kenal dengan..Saiyid Ahmad Ar-Rifa'i .Teringat kata kata As-Syeikh lagi Syeikh dalam siri siri pertemuan mingguan bersama para sahabat yang lainnya akan peripentingya Al fatihah kepada para ulama' ini.Bukan bacaan itu yang penting kerana apalah hebat bacaan kita yang hina dan bergelumang dosa ini.Silap-silap bacaanya pun belum tentu betulnya,,,makhraj hurufnya kemana..apalagai tajwid dan hukum hakamnya......aaahhh ...kita bicara soal ini dilain kesempatan InsyaAllah.


Telah di takdirkan saya berkempatan membaca buku "Haalat Ahlil-Haqiqah Ma'allah", dan saya tertarik kepadanya, khusunya pada bahagian-bahagian yang tertakluk mengenai ilmu Tasawuf tinggi yang membicarakan dari hal soal makrifat kepada Allah Ta'ala dan peningkatan diri hamba dalam makrifat yang bertalian rapat dengan kesucian hati dalam membina kecintaan dan kerinduan kepada Allah Ta'ala.

Sungguh masalah yang didedahkan persoalanya  kompleks sekali, tetapi menarik dan memikat hati, kerana bukankah kita sekalian ini adalah hamba-hamba Allah, dan di dalam hidup kita di alam fana ini, sebenarnya kita sedang menuju kepada Allah, sama ada kita tahu atau tidak, dan sama ada kita mahu atau tidak. Namun begitu, kita masih belum mempunyai pengalaman penuh dengan Tuan yang memiliki diri kita, padahal kita semua tahu, bahawa Dialah yang mencipta kita, dari tidak ada sampai menjadi ada. kemudian Dia dengan kemurahanNya telah melengkapkan kita dengan anggota-anggota dan pancaindera yang kita perlukan untuk menjalani hidup ini, dan diberikan kurniaanNya yang tidak terbatas, dan berbagai-bagai rezeki lain yang kita perlukan, meskipun kita jarang-jarang meminta kepadaNya, ataupun sama sekali tidak pernah memohon dengan kesungguhan hati kepadaNya.

Jadi wajarlah, bagi sang hamba yang hakiki mendapatkan Tuannya untuk mendampingkan diri kepadaNya serta memberikan khidmat sepenuhnya terhadap Tuan itu, yang disimpulkan dengan mengikut segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, yang disebutkan selalunya dengan kalimah "Taqwa". Memang sebutan kalimah "Taqwa" itu sentiasa di tepi bibir kita, ataupun selalu dialungkan oleh para pembaca dan ahli pidato di sana-sini. Kira-kiranya bukan main mudah sekali perkataan itu dapat disebutkan, tetapi perlaksanaannya bukan alang kepalang! Apakah memadai dengan hanya menyebutnya saja, atau cukup dengan mendengar sebutannya, lalu hati kita menjadi kecut dan gerun, ataupun dengan mengerjakan kehendak "Taqwa" itu dengan sambil lewa sahaja?! Inilah masalahnya dengan sang hamba itu serta bagaimana caranya dia mahu melaksanakan hakikat taqwa itu dengan sebaik-baiknya!

Kita sambung di lain kesempatan atas huraian kitab ini dan segunung ilmu yang dikutip di sebalik bukit KGR sana..bye..........

Saturday, October 10, 2009

Menyembah Allah Itu Satu Kesalahan.....?

“…………………… maka mengabdilah kepada-Ku dan dirikanlah solat untuk mengingat Aku”.


(QS : Thaahaa,14)

Sudah menjadi Tradisi bagi setiap Umat Muslim se Dunia bahwa setiap kali melaksanakan Solat, maka yang terdetik dalam fikiran adalah Penyembahan @ Menyembah. Entah darimana Bahasa itu berasal, tetapi yang jelas hampir semua seluruh Umat Islam meyakini bahwa kita harus menyembah  Allah. Sedar atau tidak , jika tertanam pada diri untuk Meyembah Allah dalam Amal Ibadah maka yang terjadi adalah pengkhususan kepada suatu atau "Bentuk" Padahal telah wajib diketahui dan diyakini oleh Umat Islam bahwa Allah adalah “Laisa Kamitslihi Syai’un”/Tidak bisa dimisalkan dengan sesuatu apapun.

Kata-kata “Menyembah/Penyembahan”, maka masih boleh dimisalkan dengan seseorang yang menyembah kepada sesuatu misalnya Patung, Pohon, Matahari, Api dll…dll…dll, yang mana ada suatu “Bentuk @ susuk” yang berada di luar atau di depan atau di atas atau dikanan atau dikiri dari diri yang menyembah. Lalu apa bezanya dengan mereka yang menyembah Patung, Pohon, Matahari, Api dll…dll…dll…????. Melihat ataupun tidak melihat akan yang di SEMBAH, tetap saja bertentangan dengan TAUHID yang sebenarnya. Karena TAUHID itu, bukan PENYEMBAHAN melainkan KESADARAN akan ke ESA an Allah Swt.


KESADARAN akan ke ESA an Allah Swt MUTLAK tidak boleh di ganggu gugat, karena Allah Muhitum Fil ‘Aaalamiin/Allah Meliputi sekalian Alam. Tetapi jika dimaknai dengan MENYEMBAH, maka menunjukkan bahwa Allah itu adalah suatu “susok” yang berada di suatu Tempat yang berada Nun jauh disana….., ada yang meyakini bahwa Allah bersemayam di Atas Arsy yang berada di atas langit ke tujuh, Salahkah jika dikatakan demikian…??? Benar dan Tidak salah. Tetapi yang salah adalah Penafsiran dari pada Ayat tersebut apalagi ayat tersebut terdapat dalam Al-Qur’an, berarti itu sudah benar adanya, tetapi…jika salah menafsirkan maka salah pula lah Keyakinan yang ada. Bahasa Qur’an adalah Perkataan Allah/Suara Allah, tentunya tidak bisa di cerna dengan Akal fakir Manusia, karena Akal Fikir Manusia itu terbatas dan juga Akal itu tercipta. Sesuatu yang tercipta itu adalah Baharu dan tidak Kekal, apakah bisa sesuatu yang baharu dan tidak kekal itu mengetahui Hakikat sebenarnya dari kata-kata/Firman/Suara Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an…???

Jika akal mencerna lalu menafsirkan hanya sebatas kata-kata yang menurut akal fikir semata, maka Nyata SALAH lah….penafsiran yang demikian. Sebab, Allah itu Laitsa Kamitslihi Syai’un, bagaimana mungkin bisa dikatakan berada di suatu tempat, sedangkan Allah tidak terikat oleh Ruang dan Waktu. Ruang dan Waktu menunjukkan Tempat, dan hanya Makhluk lah….yang berada dan terikat oleh Ruang dan Waktu. Sedangkan Allah….., Tidak bertempat tetapi yang memiliki dan menguasai setiap tempat serta Pengetahuan Allah meliputi setiap Ruang dan Waktu (Tempat).

Karenanya dalam pandangan TAUHID dan TASAWUF atau MA’RIFATULLAH, maka siapa yang menyembah Allah maka mereka berada dalam ke kufuran, Karena telah menyamakan Allah dengan “susok @ Bentuk” yang berada di suatu tempat.

Para Arifbillah(yang Mengenal akan Allah), menilik kata-kata “MENYEMBAH” itu bukanlah suatu “PENYEMBAHAN” melainkan “KESADARAN akan ke ESA an Allah Swt yang tidak bertempat tetapi memiliki dan menguasai setiap tempat serta Pengetahuan Allah meliputi setiap Ruang dan Waktu (Tempat)”.
Jadi……..mendirikan Sholat adalah untuk mengenal akan ALLAH MAHA BESAR (ALLAHU AKBAR) yang akan menumbuhkan kesadaran bahwa BENAR lah….ALLAH itu ESA tiada sekutu bagi-Nya, Tidak bertempat tetapi memiliki dan menguasai setiap tempat serta Pengetahuan-Nya meliputi tiap-tiap sesuatu.

Karenanya renungkanlah…..kenapa pada saat Takbiratul Ihram mengangkat ke dua tangan dan mengatakan “ALLAAHU AKBAAR”. Ternyata Itu adalah Tanda dan Bukti bahwa dalam Penyerahan Diri akan Tumbuh Kesadaran bahwa “YA” BENAR!!!!…..Allah Maha Besar dan Meliputi”.


Wallahu A’lam bishowab….

Lisan Bersyahadah Tapi Hatinya Dusta

Tatkala diucapkan dengan perlahan-lahan dan dihayati dengan segenap rasa penjiwaan lalu kemudian di Tasdiq oleh Hati  maka akan membuat Jiwa bergetar t dan boleh jadi tanpa disedari air mata akan berlinangan membasahi pipi.  Dirasakannya nikmat yang belum pernah dirasakannya yang membuat hilang gairah daripada memandang sesuatu yang lain kerana ia merasakan Allah Hadir pada dirinya melalui Dua Kalimat Syahadat yang di ungkapkannya tidak hanya melalui Lisan tapi juga merasakan karena di dasari dengan Pengetahuan Ilmu dalam memaknainya.

Diungkapkan oleh sebagian para Awliya Allah : “Man lam yazuq lam ya’rif”,(Barang siapa belum merasakan maka belumlah dikatakan Mengenal).

Tatkala seseorang mengucapkan dua Kalimah Syahadat tetapi tidak pada hatinya maka tidak menjadikan suatu jaminan bahwa ia akan merasakan manis lazatnya Penyaksian.


Karena sebagaimana yang diketahui bahwasannya Dua Kalimah Syahadat itu adalah Kalimah Penyaksian. Menyaksikan atas Hadirnya Allah meliputi pada tiap-tiap segala sesuatu dan Menyaksikan atas Muhammad Rosulullah Saw meliputi akan segala Pengetahuan Ilmu.

Tentu untuk boleh mnyaksikan haruslah di dasari Pengenalan. Tanpa mengenal apakah boleh dikatakan ia termasuk orang yang menyaksikan?

Kerena itu bila ada orang megatakan ia menyaksikan sesuatu, tetapi ia sendiri belum pernah melihat/mengenal akan sesuatu itu maka sudah pasti ia itu termasuk orang-orang yang berbohong.

Begitupula jika ada yang mengucapkan Dua Kalimah Syahadat tetapi tidak melihat/mengenal Allah dan Rasulnya maka berarti ia termasuk orang-orang yang Hatinya Dusta/bohong atas penyaksian itu. Lisannya bersaksi tapi hatinya buta daripada penyaksian itu sendiri maka dari segi Hakikat belum sempurna Islamnya melainkan Islamnya hanya sebatas Zahir Islam karena di Mata Manusia.
Sedangkan dikatakan dalam Al-Qur’an bahwasannya Allah berfirman : “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam”. (QS, Ali ‘Imran : 19)
Islam yang dikehendaki Allah adalah Islam Kaffah (menyeluruh) tidak hanya Zahir saja tetapi Hatinya mengetahui akan kesempurnaan Islam itu melalui Pengenalan kepada Allah dan Rosulnya.

“Awwaluddin Ma’rifatullah”, Awal mula seseorang itu beragama dia harus terlebih dulu mengenal kepada Allah.

Jika tidak mengenal Allah maka seseorang itu belumlah dikatakan ber Agama. Jika sudah demikian maka apabila ia bersyahadat maka hanyalah sebatas di bibir saja sedangkan hatinya di dalam kedustaan.

Lima waktu mendirikan Sholat sehari semalam dan sembilan kali mengucapkan Dua Kalimah Syahadat dalam duduk Tasyahud tetapi tidak melihat/mengenal akan yang disaksikannya tadi maka batal lah Dua Kalimah Syahadat nya tadi. Jika Syahadat nya sudah batal lalu bagaimana dengan Sholatnya?


Wallahu'alam

Monday, October 5, 2009

Khulwatnya Ahli Makrifah

Ketahuilah bahawa manusia ini bukanlah dijadikan untuk gurau-senda atau "saja-saja" semata-mata. Tetapi adalah dijadikan dengan 'Ajaib sekali’ dan untuk tujuan yang besar serta mulia. Meskipun manusia itu bukan Qadim(kekal dari azali lagi), namun ia hidup selama-lamanya. Meskipun badannya kecil dan berasal dari bumi yang begitu kerdil di Alam maya ini, namun Ruh atau Nyawa adalah tinggi dan berasal dari sesuatu yang bersifat Ketuhanan. Apabila hawa nafsunya dibersihkan sebersih-bersihnya, maka ia akan mencapai taraf yang paling tinggi. Ia tidak lagi menjadi hamba kepada hawa nafsu yang rendah. Ia akan mempunyai sifat-sifat seperti Malaikat. Dalam peringkat yang tinggi itu, didapatinya SyurgaNya adalah dalam bertafakur mengenang Allah Yang Maha Indah dan Kekal Abadi. Tidaklah lagi ia tertakluk kepada kehendak-kehendak kebendaan dan kenafsuan semata-mata.




Petikan dari Kitab “Kimiya As Saadah”_Imam Al Ghazzali

Sebagai Hamba Allah sentiasalah mereka mengetahui bahawa mereka datang ke dunia ini untuk menjalankan pengembaraan keruhanian, yang akibatnya ialah rugi atau untung yang merupai neraka atau syurga. Sentiasalah mereka itu berwaspada terhadap kehendak-kehendak jasamaniah (badan) yang diibaratkan sebagai rakan perkongsian dalam perniagaan yang bersifat jahat dan bila-bila masa ia boleh mendatangkan kerugian kepada perniagaan itu. Sebenarnya bijaklah orang itu iaitu orang yang mahu merenung sebentar selepas sembahyang subuh memikirkan hal dirinya dan berkata kepada jiwanya;

"Wahai jiwaku, engkau hanya hidup sekali. Tiap-tiap saat yang berlalu tidak akan datang lagi dan tidak akan dapat diambil kembali kerana di Hadirat Allah Subhanahuwa Taala, bilangan nafas turun naik yang dikurniakan kepada engkau itu telah ditetapkan dan tidak boleh ditambah lagi. Inilah perjalanan hidup dalam dunia hanya sekali, tidak ada kali yang kedua dan seterusnya. Oleh itu, apa yang engkau hendak buat, buatlah sekarang. Anggaplah seolah-olah hidupmu telah berakhir, dan hari ini adalah hari tambahan yang diberi kepada engkau dengan kurnia Allah Subhanahuwa Taala jua. Alangkah ruginya membiarkan hari ini berlalu dengan sia-sia. Tidak ada yang lebih rugi dari itu lagi."

Petikan dari Kitab “Kimiya As Saadah”_Imam Al Ghazzali

Uzlah

Sesiapa yang memilih untuk memisahkan dirinya daripada dunia supaya dia dapat menghampiri Allah hendaklah tahu ibadat-ibadat seperti doa dan zikir yang sesuai untuk tujuan tersebut. Melakukan ibadat tersebut memerlukan suasana yang suci dan sebaik-baiknya berada di dalam keadaan berpuasa. Bilik khalwat biasanya berhampiran dengan masjid kerana syarat bagi salik perlu meninggalkan bilik khalwatnya lima kali sehari bagi mengerjakan sembahyang berjemaah dan pada ketika tersebut hendaklah menjaga dirinya agar tidak menonjol, menyembunyikan diri dan tidak berkata-kata walau sepatah perkataan pun. Sesiapa yang di dalam suluk hendaklah mengambil langkah tegas untuk lebih menghayati dan mematuhi prinsip-prinsip, dasar-dasar dan syarat-syarat sembahyang berjemaah.

Setiap malam, ketika tengah malam, salik mestilah bangun untuk mengerjakan sembahyang tahajjud, yang bermaksud suasana jaga sepenuhnya di tengah-tengah tidur. Sembahyang tahajjud membawa symbol kebangkitan setelah mati. Bila seseorang berjaya bangun untuk melakukan sembahyang tahajjud dia adalah Pemilik hatinya dan pemikirannya bersih. Agar suasana jaga ini tidak rosak dia tidak seharusnya melibatkan diri dengan kegiatan harian seperti makan dan minum.

1. Sebaik sahaja bangun dengan menyedari dibangkitkan daripada kelalaian kepada kesedaran, ucapkan:



“Alhamduli-Llahi ahyani ba’da ma amatani wa-ilaihin-nusyur- Segala puji bagi Allah yang membangkitkan daku setelah mengambil hidupku. Selepas mati semua akan dibangkitkan dan kembali kepada-Nya”.

2. Kemudian bacakan sepuluh ayat terakhir surah al-‘Imraan, iaitu ayat 190 – 200.

3. Selepas itu mengambil wuduk dan berdoa:



“Kemenangan untuk Allah! Segala puji untuk-Mu. Tidak ada yang lain daripada-Mu yang layak menerima ibadat. Daku bertaubat dari dosaku. Ampuni dosaku, maafkan kehadiranku, terimalah taubatku. Engkau Maha Pengampun, Engkau suka memaafkan. Wahai Tuhanku! Masukkan daku ke dalam golongan mereka yang menyedari kesalahan mereka dan masukkan daku ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang salih yang memiliki kesabaran, yang bersyukur, yang mengingati Engkau dan yang memuji Engkau malam dan siang”.

4. Kemudian dongakkan pandangan ke langit dan buat pengakuan:



“Aku naik saksi tiada Tuhan melainkan Allah, Esa, tiada sekutu, dan aku naik saksi Muhamamd adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Daku berlindung dengan keampunan-Mu daripada azab-Mu. Daku berlindung dengan keredaan-Mu daripada murka-Mu. Daku berlindung dengan-Mu daripada-Mu. Aku tidak mampu mengenali-Mu sebagaimana Engkau kenali Diri-Mu. Aku tidak mampu memuji-Mu selayaknya. Daku adalah hamba-Mu, daku adalah anak kepada hamba-Mu. Dahiku yang di atasnya Engkau tuliskan takdir adalah dalam tangan-Mu. Perintah-Mu berlari menerusi daku. Apa yang Engkau tentukan untukku adalah baik bagiku. Daku serahkan kepada-Mu tanganku dan kekuatan yang Engkau letakkan padanya. Daku buka diriku di hadapan-Mu, mendedahkan semua dosaku. Tiada Tuhan kecuali Engkau, dan Engkau Maha Pengampun, aku yang zalim, aku yang berbuat kejahatan, daku menzalimi diriku. Untukku kerana daku adalah hamba-Mu ampunkan dosa-dosaku. Engkau jualah Tuhan, hanya Engkau yang boleh mengampunkan”.

5. Kemudian menghadap ke arah kiblat dan ucapkan:



“Allah Maha Besar! Segala puji untuk-Nya. Aku ingat dan membesarkan-Nya”.

6. Kemudian ucapkan sepuluh kali:



“Segala kemenangan buat Allah”.

7. Kemudian ucapkan sepuluh kali:



“Segala puji dan syukur untuk Allah”.

8. Kemudian ucapkan sepuluh kali:



“Tiada Tuhan melainkan Allah”.

9. Kemudian lakukan sembahyang sepuluh rakaat, dua rakaat satu salam. Nabi s.a.w bersabda, “Sembahyang malam dua, dua”. Allah memuji orang yang bersembahyang malam.



“Dan di sebahagian malam hendaklah engkau sembahyang tahajjud sebagai sembahyang sunat untukmu, supaya Tuhanmu bangkitkan kamu di satu tempat yang terpuji”. (Surah Bani Israil, ayat 79).

“Renggang rusuk-rusuk mereka dari tempat tidur, dalam keadaan menyeru Tuhan mereka dengan takut dan penuh harapan, dan sebahagian daripada apa yang Kami kurniakan itu mereka belanjakan”. (Surah as-Sajadah, ayat 16 & 17).

10. Kemudian pada akhir malam bangun semula untuk mengerjakan sembahyang witir tiga rakaat, sembahyang yang menutup semua sembahyang-sembahyang pada hari itu.

Pada rakaat ketiga selepas al-Faatihah bacakan satu surah dari Quran, kemudian angkatkan tangan seperti pada permulaan sembahyang sambil ucapkan “Allahu Akbar!” dan bacakan doa qunut. Kemudian selesaikan sembahyang seperti biasa.

11.Setelah matahari terbit orang yang di dalam suluk perlu melakukan sembahyang isyraq, sembahyang yang menerangi, dua rakaat.

12. Selepas itu melakukan sembahyang istihadha’ dua rakaat, mencari perlindungan dan keselamatan daripada syaitan. Pada rakaat pertama selepas al-Faatihah bacakan surah al-Falaq. Dalam rakaat kedua selepas al-Faatihah bacakan surah an-Nas.

13. Bagi mempersiapkan diri untuk hari itu lakukan sembahyang sunat istikharah, sembahyang meminta petunjuk Allah untuk keputusan yang benar pada hari itu. Pada tiap rakaat selepas al-Faatihah bacakan ayat al-Kursi. Kemudian tujuh kali surah al-Ikhlas.

14. Kemudian pagi itu lakukan sembahyang dhuha, sembahyang kesalihan dan kedamaian hati. Lakukan enam rakaat. Bacakan surah asy-Syams dan surah ad-Dhuha.

15. Sembahyang dhuha diikuti oleh dua rakaat kaffarat, sembahyang penebusan terhadap kekotoran yang mengenai seseorang tanpa boleh dielakkan atau disedari. Tersentuh dengan kekotoran walaupun secara tidak sengaja masih berdosa, boleh dihukum. Ini boleh berlaku walaupun di dalam suluk, misalnya melalui keperluan tubuh badan. Nabi s.a.w bersabda, “Jaga-jaga dari najis – walaupun ketika kamu kencing, satu titik tidak mengenai kamu – kerana ia adalah keseksaan di dalam kubur”. Setiap rakaat, selepas membaca al-Faatihah bacakan surah al-Kausar tujuh kali.

16. Satu lagi sembahyang, sunat Tasbih, walaupun empat rakaat – harus dilakukan dalam satu hari semasa khalwat atau suluk. Ini adalah sembahyang tasbih – sembahyang penyucian atau pemujaan. Jika seseorang itu mengikuti mazhab Hanafi dia melakukannya empat rakaat satu salam. Jika dia berfahaman Syafi’e dilakukannya dua rakaat satu salam, dua kali. Ini jika dilakukan di siang hari. Jika dilakukan malam hari Hanafi dan Syafi’e sependapat, dua rakaat satu salam, dua kali.

Nabi s.a.w memberitahu mengenai sembahyang ini kepada bapa saudara baginda, Ibnu Abbas, “Wahai bapa saudaraku yang ku kasihi. Ingatlah aku akan berikan kepada kamu satu pemberian. Perhatikanlah aku akan Sampaikan kepada kamu satu yang sangat baik. Ingatlah aku akan berikan kepada kamu kehidupan dan harapan baharu. Ingatlah aku akan berikan kepada kamu sesuatu yang bernilai sepuluh daripada perbuatan-perbuatan yang baik. Jika kamu kerjakan apa yang aku beritahu dan ajarkan kepada kamu Allah akan ampunkan dosa-dosa kamu yang lalu dan yang akan datang, yang lama dan yang baharu, yang kecil dan yang besar. Lakukan secara diketahui atau tidak diketahui, secara tersembunyi atau terbuka”.

“Engkau kerjakan sembahyang empat rakaat. Pada tiap-tiap rakaat selepas al-Faatihah kamu bacakan satu surah dari Quran. Ketika kamu berdiri bacakan lima belas kali:

Subhana Llahi il-hamdu li-Llahi la ilaha illa Llahu wa-Llahu akbar, wa-la hawla wa-la quwwata illa billahil l-‘Ali I-‘Azim.

Bila kamu rukuk, tangan di atas lutut, bacakan sepuluh kali. Ketika berdiri ulanginya sepuluh kali lagi. Ketika kamu sujud bacakan sepuluh kali. Bila kamu bangun dari sujud bacakan sepuluh kali. Ketika duduk bacakan sepuluh kali. Sujud semula bacakan sepuluh kali. Duduk semula bacakan sepuluh kali. Kemudian bangun untuk rakaat kedua. Lakukan serupa untuk rakaat yang lain sehingga empat rakaat”.

“Jika kamu mampu lakukan sembahyang ini setiap hari. Jika tidak lakukan sekali sebulan. Jika tidak mampu juga lakukan sekali setahun. Jika masih tidak mampu lakukan sekali seumur hidup”. Jadi, empat rakaat itu tasbih diucapkan sebanyak tiga ratus kali. Sebagaimana Nabi s.a.w ajarkan kepada bapa saudara baginda Ibnu Abbas, dianjurkan juga kepada orang yang bersuluk melakukan sembahyang tersebut.

17. Selain daripada tugas tersebut orang yang di dalam suluk juga dianjurkan membaca Quran sekurang-kurangnya sebanyak 200 ayat sehari.

18. Dia juga hendaklah mengingati Allah secara terus menerus dan menurut suasana rohani, samada menyebut nama-nama-Nya yang indah secara kuat atau senyap di dalam hati. Ingatan di dalam hati secara senyap hanya bermula bila hati kembali jaga dan hidup. Bahasa zikir ini adalah perkataan rahsia yang tersembunyi.

Setiap orang mengingati Allah menurut keupayaan masing-masing. Allah berfirman:

“Hendaklah kamu sebut Dia sebagaimana Dia pimpin kamu”. (Surah al-Baqarah, ayat 198).

Ingatlah kepada-Nya menurut kemampuan kamu. Pada setiap tahap kerohanian ingatan itu berbeza-beza. Ia mempunyai satu nama lagi, ia mempunyai satu sifat lagi, satu cara lagi. Hanya orang yang ditahap itu tahu zikir yang sesuai.

19. Orang yang di dalam suluk juga dianjurkan membaca surah al-Ikhlas seratus kali sehari. Perlu juga membaca Selawat seratus kali sehari. Dia juga perlu membaca doa ini sebanyak seratus kali:



“Astaghfiru Llah al-‘Azim, la ilaha illa Huwa l-Hayy ul-Qayyum – mimma qaddamtu wa-ma akhkhartu wa-ma ‘alantu wa-ma asrartu wa-ma anta a’lamu bihi minni. Anta l-Muqaddimu wa-antal Muakhkhiru wa-anta ‘ala kulli syai in Qadir”.

20. Masa yang selebihnya setelah dilakukan ibadat-ibadat yang telah dinyatakan, gunakan untuk membaca Quran dan lain-lain pekerjaan ibadat.


Petikan dari Kitab ”Sirr ul Asrar” Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani